الأحد، يونيو ٢٠، ٢٠٠٤ Nisan tanpa NamaAda perih yang mengalir pilu Jilati nanah peradaban Berlenggok pada keniscayaan jaman Menendang-nendang naluri pekat kehidupan Menginjak jemari keruh garuk nurani Meleleh-leleh berkecipak dalam sungai kematian Merona pudar pada gerak malam Meliuk getarkan gelora hasrat dibawah jendela Gerogoti lentera yang kian buram Sinariku, Sembunyi dibalik ketiak selimutmu pucat, biru, abu-abu mati, tanpa pesan.
Comments:
~~~ Pent up emotion Bila kunikmati hari-hariku dengan yang lain Dan tertawa bahagia bukan denganmu Kupikir, mungkin kau tak pernah peduli Pun bila ku telah lama menanti Sedang kau berpura tak ingat janji Dan bosanku mulai menari Kupikir, mungkin kau pun tak pernah peduli Lalu bila kubuat suatu solusi Dan pecahkan fusi kita Kan kah pedulimu ada ?
Comments:
~~~
الخميس، يونيو ١٧، ٢٠٠٤ LETUPKau penjarakanku dalam ego posesifmu Kau paksaku lahirkan ikhlasku sujud bakti pada titahmu Kau namakan itu kesetiaan, kepantasan Kau paku kakiku pada belantara hidupmu Cemoohi pilihan selera jiwaku Cekokiku dengan fatwa reliji yang putarkan pahammu sendiri Kau namakan itu kebersamaan Aku muak bergelut dalam kelakar bahagia yang kau suguhkan Aku jengah dengan riak cerita mimpi kehidupanmu Bosanku menggila raungi pilihanku Kau namakan itu ketidakbersyukuran Tak tersisa lagi sabarku Tak tersisa lagi teduhku Yang tinggal Cuma maki dan gerutu
Comments:
~~~
الثلاثاء، يونيو ٠٨، ٢٠٠٤ Bunda,Mengapa ayah menciumiku seperti ia menciumi Bunda ? Dan memelukku seperti ia memeluk Bunda ? Ia juga himpitiku seperti ia himpiti Bunda.. Nafasnya bertalu menyebar bau busuk Apakah ayah mabuk, Bunda ? Bunda, Tadi malam ia paksaku memijat punggungnya yang terluka Dan mintaku jilati nanahnya dengan airmata Tak peduli rontaku sesakkan dada Muakku seruak tak bersuara Dalam lolongan tangisku nantikan Bunda yang tak kunjung tiba Bunda, Bunda dimana ? Mengapa tiap orang tatapiku pilu Dan ratapi sosokku biru tiap kali kubasuh kebaya jingga Bunda yang ternoda peluh ayah tiap pulang kerja Bunda, Bunda dimana ? Sunyi ini mendekap jendela hatiku Lontarkan tubuhku seringan kapas Layangkan selendangku berbalur semerbak melati bidadari-bidadari turun mandikanku dengan air surga Genggam tanganku beku Katanya, Bunda menantiku di beranda.. Ah, Bunda....
Comments:
~~~ |
.:Find Me:. If you interested in content, please contact the Writer: Rusnita Saleh : .:acquaintances:.
The Enterprise .: Publications:.
Telegram Buat Dian .:Others:.
The Stories Blog .:New Books:. .:talk about it:.
.:archives:.
.:credits:.
Picture by AC Barnes
|